STUDI LAPANGAN MAHASISWA PRODI SAA S1 SEMESTER 5 KE VIHARA KARANGDJATI: PENUTUP PERKULIAHAN AGAMA BUDDHA

Rabu, 3 Desember 2025 — Sebagai penutup perkuliahan semester ganjil, mahasiswa Semester 5 Program Studi Studi Agama-Agama pada mata kuliah Agama Buddha melaksanakan kunjungan pembelajaran ke Vihara Karangdjati, yang berlokasi di Jl. Monjali No. 78, Gemawang, Sinduadi, Mlati, Sleman. Kunjungan ini dilakukan bersama dosen pengampu, Derry Ahmad Rizal, M.A., sebagai bagian dari variasi metode pembelajaran agar mahasiswa tidak hanya menerima materi secara teoritis di ruang kelas.

Kegiatan berlangsung dengan penuh antusias dan keceriaan. Mahasiswa diterima oleh Mas Eko, perwakilan pengelola vihara, yang menjelaskan sejarah berdirinya Vihara Karangdjati. “Vihara ini didirikan oleh Romo Among, dan nama Karangdjati berasal dari nama kampung tempat vihara ini berdiri: Kampung Karangdjati,” terang Mas Eko. Ia juga memaparkan berbagai kegiatan rutin vihara seperti meditasi, puja bakti mandiri maupun berjamaah, serta kegiatan bakti sosial yang melibatkan masyarakat sekitar. Menurutnya, umat yang aktif di vihara ini banyak berasal dari kalangan mahasiswa kampus sekitar seperti Universitas Gadjah Mada, Universitas Sanata Dharma, dan Universitas Atma Jaya.

Selain disambut pengurus vihara, mahasiswa juga mendapat materi dari Ibu Listiyani dan Ibu Dharma Susanti, penyuluh Agama Buddha Kemenag Sleman.
Ibu Listiyani memaparkan inti ajaran Buddha yang merangkum moralitas dasar: jangan berbuat jahat, kembangkan perbuatan baik, serta sucikan hati dan pikiran. Ia juga menjelaskan Pancasila Buddhis, lima pedoman moral dalam Agama Buddha:

  1. Tidak membunuh atau menyakiti makhluk lain,
  2. Tidak mencuri,
  3. Tidak berbuat asusila,
  4. Tidak berbohong,
  5. Tidak mengonsumsi makanan atau minuman yang dapat menghilangkan kesadaran.

Sementara itu, Ibu Dharma Susanti membahas simbolisme dalam altar Buddha. Ia menerangkan makna masing-masing objek altar. “Di altar ada Rupang Buddha, bunga, buah, lilin, dupa, dan air,” jelasnya. Rupang Buddha merupakan bentuk penghormatan kepada Guru Agung. Bunga melambangkan anicca atau ketidakkekalan. Lilin merupakan simbol pencerahan. Buah merupakan lambang hukum karma apa yang kita lakukan (tanam), itulah (buah) yang akan kita dapatkan. Dupa melambangkan harum nama baik. Sedangkan Air: melambangkan kesucian dan kerendahan hati, karena air selalu mengalir dari tempat tinggi ke dataran rendah.

Beliau juga menjelaskan makna warna bendera Buddhis (biru, kuning, merah, putih, jingga) yang dalam sejarahnya diyakini berasal dari pancaran aura Buddha saat mencapai pencerahan. Warna-warna tersebut melambangkan bakti (biru), kebijaksanaan (kuning), cinta kasih (merah), kesucian (putih), dan tekad (jingga).

Pada sesi tanya jawab pun berlangsung aktif dan interaktif. Menjelang akhir kegiatan, menanggapi pertanyaan mahasiswa, Ibu Dharma menekankan pentingnya meditasi sebagai kebutuhan manusia modern. Meditasi, menurutnya, mestinya tidak hanya harus dilakukan oleh umat Buddha saja, melainkan semua kalangan, semua manusia. Ia mencontohkan, “Kita sering terlihat diam, tapi pikiran kita ke mana-mana. Meditasi membantu kita kembali fokus pada apa yang sedang kita lakukan.”

Bapak Eko turut menambahkan bahwa meditasi adalah cara untuk meredakan kekhawatiran dan belajar hadir pada momen kini. “Semakin kita mengkhawatirkan hal yang belum tentu terjadi, semakin bertambah penderitaan kita,” ujarnya. Ia memberi analogi menarik: “Kalian sering curhat ke teman, tapi kadang teman malah menceritakan curhat kalian ke orang lain. Dengan meditasi pun sejatinya kita sedang ber-curhat, kita curhat kepada hembusan napas kita sendiri, karena napas adalah yang paling dekat dan setia menemani kita.” Menurutnya, memang meditasi tidak membuat masalah hilang seketika, tetapi membantu menjernihkan pikiran sehingga seseorang dapat mengambil keputusan dengan lebih baik. Ia menambahkan bahwa meditasi kini juga banyak direkomendasikan oleh psikolog sebagai terapi pelengkap untuk kesehatan mental. Kegiatan kunjungan ditutup dengan sesi foto bersama. Selain menjadi pengalaman langsung mengenal ajaran dan praktik Buddhis, kunjungan ini juga menjadi sarana refleksi serta menambah wawasan mahasiswa mengenai keberagaman tradisi keagamaan di Indonesia. (by Umam)